for any of you who opened this blog,
I hope this blog useful for all of us.
Although there are still many shortcomings, but the important of this is all of us still HEPI IN HEPI OUT
:D

Minggu, 05 Mei 2013

ALLAH IS THE ONLY GUIDE

TEPAT.
Tepat di bulan ini.
Tepat di bulan ini entah tanggal berapa.
Aku tak ingin mengingat tanggal buruknya.

Aku hanya ingin mengingat kenangan indahnya.
Aku hanya ingin mengingat kenangan indahnya yang membawa kebaikan tuk masing-masing dari kami

hati ini sangat berbunga indah
ketika KAU sapa aku dengan kasih-MU
ku panjatkan syukur hanya kepada-MU ya Robb
karena aku masih dapat merasakan nikmatnya teguran cinta-MU

ketika Allah menyapaku
aku dapat merasakan kesyahduan
dalam setiap hembus nafas dan detak jantungku
aku juga dapat merasakan nikmatnya hidup
karena telah KAU tegur aku dengan cinta-MU

ketika Allah menyapaku
aku berusaha memperkuat imanku
aku berusaha memperteguh ketaqwaanku
aku berusaha memperkuat istiqhomahku
serta memperkaya sabar yang berbuahkan ikhlas
alangkah indahnya kasih-Mu ya Robb 
karena telah KAU tegur aku dengan cinta-MU
ketika Allah menyapaku
aku belajar untuk mengenal arti 
dari sebuah pengorbanan, keikhlasan dan ketulusan
yang ku jadikan sebagai pengukir senyum di bibirku
karena telah KAU tegur aku dengan cinta-MU

ketika Allah menyapaku
telah aku sadari,,,bahwa diriku ini
hanyalah setitik debu yang berlumur dosa 
dan tak berarti apa apa tanpa cinta dan kasih-MU

Sabtu, 04 Mei 2013

ATRIBUSI


            Atribusi adalah kesimpulan yang dibuat oleh seseorang untuk menerangkan mengapa orang lain melakukan suatu perbuatan. Penyebab yang dimaksud biasanya adalah disposisi pada orang yang bersangkutan. Dengan demikian teori-teori atribusi adalah usaha untuk menerangkan bagaimana suatu sebab menimbulkan perilaku tertentu. Sejauh ini di dalam psikologi social dikenal ada tiga teori dalam kaitannya dengan atribusi yaitu : 

A. Theory of Correspondent Inferences
Dikembangkan oleh Edward James dan Keith Davis. Apabila perilaku berhubungan dengan sikap atau karakteristik personal berarti dengan melihat perilakunya dapat diketahui dengan pasti sikap atau karakteristik orang tersebut. Hubungan yang demikian adalah hubungan yang dapat disimpulkan (correspondent inference). Ini berbeda dengan keadaan, dimana banyak orang melakukan hal yang sama. Misalnya, seorang yang menyampaikan rasa simpati terhadap suatu musibah belum bisa dikatakan sebagai orang yang simpatik, sebab sebagian orang memang melakukan hal yang serupa. Bagaimana mengetahui bahwa perilaku berhubungan dengan karakteristik atau sikap ? Ada beberapa cara untuk melihat ada atau tidak hubungan antara keduanya :   
  1. Dengan melihat kewajaran perbuatan atau perilaku. Orang yang bertindak wajar sesuai dengan keinginan masyarakat (social desirability), sulit untuk dikatakan bahwa tindakannya itu cerminan dari karakternya. Sebaliknya, akan lebih mudah untuk menebak bahwa perilakunya merupakan cerminan dari karakter dia bila dia melakukan sesuatu yang kurang wajar. Contohnya : orang yang berjalan sesuai dengan jalur sulit untuk ditebak bahwa perilaku itu mencerminkan karakternya. Namun bila dijumpai ada seseorang yang berjalan menerabas, dapat disimpulkan bahwa perbuatan itu adalah cerminan dari karakternya, yaitu tidak patuh pada aturan.
  2. Pengamatan terhadap perilaku yang terjadi pada situasi yang memunculkan beberapa pilihan. Pada situasi yang tidak memberikan alternatif lain, atau karena terpaksa, tidak mungkin bisa memprediksikan bahwa perilaku tersebut merupakan cerminan dari karakternya.
  3. Memberikan peran yang berbeda dengan peran yang sudah biasa dilakukan. Misalnya : seorang juru tulis diminta untuk menjadi juru bayar. Dengan peran yang baru ini, akan tampak keasliannya, perilaku yang merupakan gambaran dari karakternya.

B. Model of Scientific Reasoner
Teori ini dikembangkan oleh Harold Kelly. Ia mengajukan konsep untuk memahami penyebab perilaku seseorang dengan memandang pengamat seperti ilmuwan, yang disebut sebagai ilmuwan naïf. Untuk sampai pada suatu kesimpulan atribusi seseorang, diperlukan tiga informasi penting :
  • Distinctiveness
      Konsep ini merujuk pada bagaimana seseorang berperilaku dalam kondisi yang berbeda-beda. Distinctiveness yang tinggi terjadi apabila orang yang bersangkutan mereaksi secara khusus atau berbeda pada suatu peristiwa. Misalnya : ia hanya tertawa ketika nonton film komedi X, namun ketika nonton film komedi lainnya ia tidak pernah tertawa. Sedangkan distinctiveness yang rendah terjadi apabila orang yang bersangkutan merespon/mereaksi secara sama terhadap stimulus yang berbeda. Misalnya : seseorang yang selalu tertawa bila melihat film komedi. 
  • Konsistensi
      Konsep ini menunjuk pada pentingnya waktu sehubungan dengan suatu peristiwa. Konsistensinya dikatakan tinggi apabila orang yang bersangkutan mereaksi yang sama untuk stimulus yang sama, pada waktu yang berbeda. Misalnya : orang yang selalu tertawa bila melihat lelucon dari pelawak Tessy, baik dulu maupun sekarang, disebut memiliki konsistensi yang tinggi. Sedangkan bila orang tersebut hanya kadang-kadang saja tertawa terhadap lelucon Tessy, ia memiliki konsistensi yang rendah. Konsistensi dikatakan rendah jika orang yang bersangkutan merespon berbeda atau tidak sama terhadap stimulus yang sama pada waktu yang berbeda.
  • Konsensus
Konsep tentang konsensus selalu melibatkan orang lain, sehubungan dengan stimulus yang sama. Apabila orang lain tidak bereaksi sama dengan seseorang berarti konsensusnya rendah, dan sebaliknya jika orang lain juga melakukan hal sama dengan dirinya berarti konsensusnya tinggi.

Dari ketiga informasi tersebut, dapat ditentukan atribusi pada seseorang. Menurut Kelly ada tiga, yaitu :
1. Atribusi internal, yaitu perilaku seseorang merupakan gambaran dari karakternya apabila distinctiveness-nya rendah, konsensusnya rendah dan konsistensinya tinggi.
2. Atribusi eksternal, dikatakan demikian apabila ditandai oleh distinctiveness-nya tinggi, konsensusnya tinggi dan konsistensinya juga tinggi.
3. Atribusi internal-eksternal, hal ini ditandai oleh distinctiveness-nya tinggi, konsensusnya rendah dan konsistensinya juga tinggi.

C. Atribusi Keberhasilan dan Kegagalan
Dua teori atribusi di atas bisa diterapkan secara lebih umum daripada teori yang akan dibicarakan pada bagian ini. Weiner dan Weiner mengkhususkan diri berteori tentang atribusi dalam kaitannya dengan keberhasilan dan kegagalan.
Untuk menerangkan proses atribusi tentang keberhasilan atau kegagalan seseorang maka perlu memahami dimensinya. Terdapat dua dimensi pokok memberi atribusi. Pertama, keberhasilan dan kegagalan memiliki penyebab internal dan eksternal (mirip konsep dari Kelley atau locus of control). Dimensi kedua, memandang dari segi stabilitas penyebab, stabil atau tidak stabil. Dari kedua dimensi tersebut, dapat dilihat ada empat kemungkinan :

Berdasarkan pada tabel di atas, maka dapat dilakukan kategorisasi atau atribusi seseorang. Misalnya mahasiswa yang berhasil menempuh ujian akhir kemungkinan karena selama kuliah memang selalu mendapat nilai baik dan dia memiliki kesanggupan untuk berusaha, maka dia bisa disebut sebagai orang yang cerdas, berbakat atau berkemampuan tinggi. Orang yang demikian bisa diberi atribusi internal-stabil. Bisa juga bukan karena kemampuannya yang memadai, tetapi karena tugas yang dibebankan relatif mudah, berarti atribusinya eksternal-stabil. Contoh atribusi internal-tidak stabil adalah pada kasus orang yang memiliki bakat tetapi keberhasilannya tergantung pada besarnya usaha, sehingga kadang-kadang berhasil tetapi tidak jarang pula gagal. Atribusi eksternal-tidak stabil, contohnya adalah orang yang mendapat undian berhadaih.
Konsep atribusi ini tidak hanya terbatas untuk melihat keberhasilan, tetapi dengan analogi yang sama bisa juga untuk memberi atribusi kegagalan. Contohnya adalah orang pandai, yang biasanya sukses, suatu ketika mengalami kegagalan karena tugas yang dibebankan terlalu berat untuk ditanggung sendirian (eksternal-stabil). 
Pada tahun 1982, Weiner memperluas model atribusinya dengan menambahkan satu dimensi lagi didalam dimensi penyebab internal-eksternal, yaitu dimensi dapat atau tidaknya penyebab itu terkontrol (controllable). Contohnya : untuk atribusi internal-stabil tak terkontrol adalah sukses karena bakat yang luar biasa sehingga jarang mengalami kegagalan.
Ada 3 langkah penerapan teori atribusi dalam pembelajaran terdiri dari
1. Membangun konsep
2. Menanggapi hasil kerja peserta didik
3. Memantapkan pemahaman konsep
Terdapat 3 faktor yang dapat ditemukan di kelas, yang mendukung perlunya teori Weiner
a. Tingkah laku guru yang berlainan yang ditujukan kepada peserta didik yang diyakini tak akan bisa berhasil
b. Penggunaan pujian dan celaan yang berbeda-beda di kelas
c. Ciri siswa/peserta didik
            Tingkah laku guru terhadap peserta didik yang rendah prestasi belajarnya tentu mendapat bimbingan yang berbada dengan peserta didik yang lain. Contohnya ialah, mendudukkan peserta didik yang berprestasi rendah jauh dari guru dan atau didalam kelompok, menuntut kerja dan usaha yang semula jauh dari perhatian guru dikarenakan kurangnya kesempatan untuk menjawab pertanyaan ataupun bertanya.
            Sementara penggunaan pujian dan celaan yang berbeda, dimaksudkan kedalam bentuk pemberian reward dan punishman yang berkaitan dengan bentuk penugasan. Pujian secara khas diberikan untuk usaha yang membuahkan hasil baik. Dalam sebuah penelitian, peserta didik yang mendapat pujian karena sukses ternyata kemampuannya dinilai lebih rendah daripada peserta didik yang menerima celaan.
            Adapun pada ciri peserta didik, terdapat tiga ciri yang berfungsi di dalam kelas terkait mengenai keberhasilan atau kegagalan peserta didik. Ketiga ciri tersebut adalah tingkat perkembangan, rasa harga diri peserta didik dan jenis kelamin.
Yang perlu diperhatikan pada teori Weiner dalam pembelajaran yang terkait dengan keberhasilan dan kegagalan peserta didik, lebih menekankan pada unsur kesiapan peserta didik untuk menerima materi pelajaran, dan didukung oleh serangkain motivasi belajar peserta didik dengan memandang pada iklim kelas yang lebih menekankan pada proses belajar dari pada hasil belajar yang kompetitif. Dengan kata lain, kondisi kelas disusun untuk memperkuat kepercayaan bahwa keberhasilan belajar dapat dicapai dengan jalan usaha yang konstruktif dengan mengembangkan lingkungan proaktif yang positif.

SELF-EFFICACY / EFIKASI DIRI

Self-Efficacy / efikasi diri pertama dimunculkan oleh Albert Bandura, yang khususnya menekankan peranan penting pengharapan yang dimiliki seseorang tentang akibat-akibat perbuatannya. Ia memakai istilah kemujaraban diri (self-efficacy) dan ketidak mujaraban diri untuk menggambarkan keadaan seseorang melihat dirinya sanggup atau tidak sanggup mengatasi hal-hal yang dihadapinya. Self-efficacy atau juga disebut kemujaraban diri mencakup harapan bahwa seseorang akan menimbulkan hasil-hasil yang diinginkannya dan dihasratkan. Sebaliknya ketidak mujaraban diri mencakup harapan-harapan yang berlawanan, sehingga membawa perasaan kuatir dan penghindaran situasi yang sulit dan mengancam. Bandura percaya bahwa persepsi-persepsi Self-Efficacy menentukan apakah orang yang tahu apa yang harus dijalankannya. Bertindak atas dasar pengharapan itu,Self-Efficacy, Albert Bandura (1977) mendefinisikan sebagai
pertimbangan seseorang akan kemampuannya untuk mengorganisasikan dan
menampilkan tindakan yang diperlukan dalam mencapai kinerja yang diinginkan.
Berdasarkan teori self-efficacy dari Albert Bandura (1977) menyebutkan
keyakinan efficacy turut berkembang sepanjang hayat serta mengintegrasikan
informasi dari lima sumber utama, sumber-sumber tersebut yaitu Pengalaman
keberhasilan (Mastery Experiences/Performance Experiences), Pengalaman
perumpamaan (Vicarious Experiences),  Pengalaman Imajinasi (Imaginal
Experiences), Persuasi Verbal (Verbal /Social Persuasion), Kondisi Fisiologis dan
emosi (Physiogical and Emotional State) menentukan seberapa baik prestasi belajar yang dapat dicapai oleh individu. Bandura (Santrock, 2009:216) juga mengungkapkan bahwa self-efficacy merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam menentukan apakah mahasiswa berprestasi atau tidak.

ASERTIVITAS / PERILAKU ASERTIF ADALAH......

ASERTIVITAS
Perilaku asertif merupakan kemampuan seseorang kemampuan seseorang menyatakan diri, pandangan-pandangan dalam dirinya, keinginan dan perasaannya secara langsung, spontan, bebas dan jujur tanpa merugikan diri sendiri dan melanggar hak-hak orang lain. Seseorang yang berperilaku asertif mampu menghargai hak diri sendiri dan orang lain, bersikap aktif dalam kehidupannya untuk mencapai apa yang diinginkan. Fensterheim dan Baer (1975) mengungkapkan beberapa karateristik individu yang memiliki perilaku asertif yang tinggi, antara lain merasa bebas untuk menampilkan dirinya, dapat berkomunikasi dengan baik secara terbuka, langsung, jujur, dan tepat, memiliki orientasi aktif dalam kehidupan untuk mencapai apa yang diinginkan.
Menurut Rini (2001) asertivitas adalah suatu kemampuan untuk mengkomunikasikan apa yang diinginkan, dirasakan, dan dipikirkan kepada orang lain namun tetap menjaga dan menghargai hak-hak serta perasaan orang lain. Ditambahkan pula oleh Willis dan Daisley (1995), perilaku asertif adalah perilaku yang menunjukkan penghargaan terhadap diri sendiri dan orang lain.
Rathus dan Nevid (1983) asertif adalah tingkah laku yang menampilkan keberanian untuk secara jujur dan terbuka menyatakan kebutuhan, perasaan, dan pikiran-pikiran apa adanya, mempertahankan hak-hak pribadi, serta menolak permintaan-permintaan yang tidak masuk akal dari figur otoritas dan standar-standar yang berlaku pada suatu kelompok.
Sedangkan menurut Alberti dan Emmons (2002) perilaku asertif adalah perilaku yang membuat seseorang dapat bertindak demi kebaikan dirinya, mempertahankan haknya tanpa cemas, mengekspresikan perasaan secara nyaman, dan menjalankan haknya tanpa melanggar orang lain.
Beberapa ciri dari individu yang memiliki asertivitas menurut Lange dan Jakubowski (1978) adalah sebagai berikut:
a. Memulai interaksi
b. Menolak permintaan yang tidak layak
c. Mengekspresikan ketidaksetujuan dan ketidaksenangan
d. Berbicara dalam kelompok
e. Mengekspresikan pendapat dan saran
f. Mampu menerima kecaman dan kritik
g. Memberi dan menerima umpan balik


Ditambahkan oleh Palmer dan Froener (2002) ciri-ciri individu yang asertif adalah:
a. Bicara jujur
b. Memperlakukan orang lain dengan hormat, begitu pula sebaliknya
c. Menampilkan diri sendiri dan menyayangi orang lain
d. Memiliki hubungan yang baik dan efektif dengan orang lain
e. Tenang dalam keseharian dan memperlihatkan selera humor dalam menghadapi situasi-situasi yang sulit.

Asertif berasal dari kata to assert yang berarti menyatakan pendapat dengan tegas. Joseph Wolpe mendefinisikan tingkah laku asertivitas sebagai tingkah laku yang penuh keyakinan diri yang lebih merupakan pernyataan yang tepat dari setiap emosi daripada kecemasan terhadap orang lain.
Menurut Lazarus (Fensterheim, 1980) tingkah laku asertif adalah suatu tingkah laku yang penuh ketegasan yang timbul karena adanya kebebasan emosi dari setiap usaha untuk membela hak-haknya serta adanya keadaan efektif yang mendukung, meliputi :
1. mengetahui hak-hak pribadi
2. berbuat sesuatu untuk mendapatkan hak tersebut
3. melakukan hal tersebut sebagai usaha untuk mencapai kebebasan
Belajar merupakan proses aktif, karena belajar akan berhasil jika dilakukan secara rutin dan sistematis. Ciri dari suatu pembelajaran yang berhasil, salah satunya dengan bertingkah laku asertif, individu akan memperoleh hasil positif yang salah satunya adalah meningkatkan kepercayaan diri. Dengan meningkatnya kepercayaan diri, maka individu tidak terlalu dipengaruhi oleh persetujuan orang dan juga mengurangi rasa tidak aman. Selain itu, individu akan menjadia lebih kreatif dan berani untuk mengambil resiko. Hal ini seharusnya dimiliki oleh siswa yang mana dituntut untuk lebih mandiri, mampu berinisiatif, lebih dewasa, dan lebih matang dalam berfikir dan berperilaku agar lebih berkembang dalam proses belajar. Semakin tinggi tingkat asertivitas dari individu, maka semakin tinggi pula tingkat kepercayaan diri dari individu tersebut dan semakin tinggi pula prestasi belajar siswa.

MEDIA PEMBELAJARAN WEBQUEST

1.      Pengertian Media Pembelajaran
     Beberapa batasan pengertian media dari beberapa pendapat para ahli dalam Sapir dan Hardinto (2009:141) adalah sebagai berikut :
1) pengertian media menurut Asosiasi Teknologi dan Komunikasi Pendidikan (AECT) di Amerika adalah segala bentuk dan saluran yang digunakan orang untuk menyalurkan pesan atau informasi.
2) Gagne (1970) media adalah berbagai jenis komponen dlam lingkungan siswa yang dapat merangsang untuk belajar.
3) Briggs (1977) berpendapat bahwa media pembelajaran adalah sarana fisik untuk menyampaikan isi/materi pembelajarna seperti ; buku, film, vdeo, dan sebagainya.
4) Bahri (2006) media adalah alat bantu apa saja yang dpat dijadikan sebagai penyalur pesan guna mencapai tujuan pembelajaran.

            Sedangkan Miarso (2007:48) memberikan batasan media pembelajaran sebagai sesuatu yang dapat digunakan untuk merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan siswa sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar pada diri siswa.
Berdasarkan pengertian diatas, maka peranan media dlam pengajaran menurut Sudjana (2005:6) adalah sebagai a) alat untuk memperjelas bahan pengajaran pada saat guru menyampaikan pelajaran, dalam hal ini media digunakan guru sebagai variasi penjelasan verbal mengenai bahan pengajaran, b) alat untuk mengangkat atau menimbulkan persoalan untuk dikaji lebih lanjut dan dipecahkan oleh para siswa dalam proses belajarnya, paling tidak guru dapat menempatkan media sebagai sumber pertanyaan atau stimulus bagi siswa, dan c) sumber belajar bagi siswa, artinya media tersebut berisikan bahan-bahan yang harus dipelajari para siswa baik individu ataupun kelompok.
Jika guru memanfaatkan berbagai media pembelajaran secara baik, guru dapat berbagi peran dengan media, peran guru lebih terarah sebagai manajer pembelajaran dan bertanggung jawab menciptakan kondisi sedemikian rupa agar siswa dapat belajar, untuk itu guru lebih berfungsi sebagai penasehat, pembimbing, motivator dan fasilitator dalam kegiatan belajar mengajar.

2.      Webquest
Webquest ini dikembangkan di San Diego State University oleh Bernie Dodge dan Tom march . Menurut Bernie Dodge, Webquest adalah “an inquiry oriented lesson format in which most or all the information that learner work with comes from the web”. Dapat diartikan sebagai perencanan pengajaran yang sebagian besar materi yang disajikan dalam webquest bersumber dari internet dan dapat diakses menggunakan internet pula. Rancangan pembelajaran ini kebanyakan mengaharuskan peserta didik untuk mengerjakan dan menyelesaikan tugas dengan mempresentasikan hasilnya di depan kelas atau menulis laporan. Tugas-tugas ini mencakup pembentukan proyek, video conference multimedia, menggunakan email, database, spreadsheet, serta segudang teknologi yang  lain. Webquest dirancang dengan tujuan menanamkan pada siswa untuk menjalankan pembelajaran di internet dengan tugas yang jelas dalam pikiran, mengambil data dari berbagai sumber, dan meningkatkan keterampilan berfikir kritis siswa.
Bernie Dodge dalam Irafahmi (2010) menyebutkan Webquest ini disusun dengan tujuan sebagai rancangan pembelajaran berbasis internet yang kreatif dan inovatif dalam meningkatkan pembelajaran. Webquest ini adalah salah satu pembaharuan dalam dunia pendidikan yang mampu menghilangkan kejenuhan siswa dalam belajar. Karena siswa akan langsung terhubung dengan jaringan internet. Webquest ini juga menuntut siswa lebih mandiri dalam melaksanakan tugasnya karena setiap siswa diharapkan akan berhadapan sendiri-sendiri dengan media pembelajaran ini.
Selain bermanfaat bagi siswa, rancangan pembelajaran ini juga sangat bermanfaat bagi guru yaitu sebagai masukan melakukan pembelajaran dengan gaya yang berbeda. Dengan rancangan pembelajaran on-line ini juga akan memudahkan akses antara guru dan siswa karena dimanapun akan dapat saling berinteraksi walaupun tanpa tatap muka.